Sabtu, 19 November 2011

TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT DAN TEMBAGA DENGAN EDTA


PERCOBAAN VIII
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT DAN TEMBAGA DENGAN EDTA

I.    TUJUAN
Memahami dan mendeskripsikan dasar analisis titrasi fotometri dan aplikasinya pada titrasi bismut dan tembaga.

II.   DASAR TEORI
Pada titrasi dengan cara spektrofotometri, padalarutan yang akan dititrasi ditambahkan zat penitrasi itu sedikit demi sedikit. Setiap kali setelah dilakukan penambahan zat penitrasi itu , larutan dikocok (diaduk), kemudian adsorbansi (A) larutan diukur pada panjang gelombang tertentu. Adanya perbedaan antara nilai – nilai adsorbtivitas molar sebagai zat yang ada pada larutan diukur pada panjang gelombang yang dipilih digunakan disini. Timbulnya atau lenyapnya zat – zat penyerap  (sebagai akibat reaksi selama titrasi) akan menghasilkan suatu perubahan absorbansi (A) yang linear (lurus) sebagai fungsi dari konsentrasi. Berubahnya A dengan konsentrasi bila dilarutkan (diplot) pada kertas grafik akan menghasilkan dua garis lurus (linear) yang akan saling berpotongan tepat pada titik ekivalensi. Kurva titrasi fotometri bentuknya menyerupai kurva titrasi konduktometri atau kurva titrasi amperometri dimana daya hantar larutan dan arus difusi masing – masing berubah secara linear dengan konsentrasi.
Pemilihan panjang gelombang yang akan dipakai selama titrasi perlu dipikirkan oleh karena itu di dalam larutan yang dititrasi paling sedikit ada tiga komponen yang dapat melakukan penyerapan sinar yaitu zat yang dititrasi (x), zat penitrasi (T), dan zat hasil titrasi (P). Biasanya dipilih panjang gelombang dimana salah satu komponen saja yang melakukan penyerapan agar suatu titrasi spektrofotometri berhasil dengan baik. Komponen zat yang diukur A-nya harus menaati hukum Lambert-beer. Kondisi kimia larutan diatas harus diatur sedemikian rupa hingga hubungan beberapa kemungkinan jalannya kurva titrasi  spektrofotometri untuk reaksi X + T = P.
  A                            A                                  A
              (I)                                    (II)                                       (III)


















 

  A      (IV)               A     (V)                       A       (VI)














 


Beberapa kemungkinan kurva titrasi spektrofotometri

Keterangan gambar
(I)           :  X dan P kedua-duanya menyerap
(II)         :  X dan T tkedua-duanya menyerap
(III)       :  hanya T yang menyerap
(IV)       :  Zat hasil reaksi (satu atau lebih menyerap)
(V)         :  P dan T menyerap dan E1 > Ep
(VI)       :  P dan T menyerap , tetapi E1 < Ep
Hal yang perlu diperhatikan pada suatu titrasi spektrofotometri ialah perubahan volume itu yang terjadi selama titrasi. Bila tidak dilakukan koreksi terhadap nilai-nilai A. Seubung dengan perubahan volume itu maka tidak akan diperoleh aluran (plot) pada grafik yang linear. Koreksi itu dilakukan dengan jalan mengembalikan nilai A yang diukur dengan faktor (V + v)/V, dimana V = volume permulaan dan  v = voume larutan penitrasi  yang telah ditambahkan sampai titik tertentu. Guna memperkecil koreksi ini , larutan penitrasi (T) biasanya dibuat lebih pekat daripada larutan (X) yang dititrasi.
Titik ekstrapolasi
 
Gambar 2. Mencari titik ekivalensi
 
Titik ekivalen
 
Salah satu keuntungan titrasi spektrofotometri ialah bahwa untuk menemukan titik ekivalensi tidak perlu dilakukan pengukuran atau pengamatan tepat pada titik ekivalensi tersebut. Cukup dilakukan sejumlah pengamatan sebelum dan sesudah titik ekivalensi tercapai (lihat gambar. 2). Bila kedua garis lurus yang menghubungkan titik itu diextrapolasikan sehingga saling memotong itu adalah titik ekivalensi.

Ada dua bagian yang dilakukan dalam percobaan ini, yaitu :
1.     Menstandarisasi larutan EDTA
2.    Menitrasi secara spektrofotometri

EDTA adalah reagnesia yang sangat selektif karena ia berkompleks dengan banyak sekali kation di-, tri-, dan tetra-. Bila suatu larutan yang mengandung dua kation yang berkompleks dengan EDTA, dititrasi tanpa penambahan indikator pembentuk kompleks, dan jika diperbolehkan sesatan titrasi sebesar 0,1 persen, maka angka banding antara tetapan-tetapan kestabilan dari kompleks-kompleks EDTA dari dua logam M dan N harus sedemikian, sehingga KM/KN ?106), jika N dikehendaki tak mengganggu titrasi M. Secara tepatnya tentu saja, tetapan-tetapan KM dan KN yang disebut dalam rumus di atas harus merupakan tetapan kestabilan namapak dari kompleks-kompleks itu.(Iksan firdaus.2010. Titrasi Campuran, Selektivitas, Zat-zat Penopeng, dan Zat-zat Pelepas Topeng. http ://blogspot.com/2008/0.html)

III. ALAT DAN BAHAN
a.   Alat                               b.  Bahan
J Spektronik UV – Vis                J EDTA 0,1 M
J Kuvet                                    J Cu2+ 0,2 M
J Pengaduk magnet                             J NaOH 5 M
J Buret mikro                            J Bi3+ 0,01 M
J Gelas kimia dan gelas ukur       J HNO3 pekat
J Statif dan klem                        J Aquadest
J Pipet tetes
J Pipet ukur
J Kaca arloji
J Neraca digital
J Tissue

IV. PROSEDUR KERJA
J Memasukkan senyawa EDTA kedalam buret
J Memasukkan sejumlah ml larutan cuplikan yang mengandung Cu2+ kedalam gelas kimia.
J Menambahkan 5 ml larutan buffer.
J Mengencerkan sampai kira – kira 100 ml.
J Mengaduk campuran diatas dengan menggunakan magnetic stirrer.
J Menuangkan dengan hati – hati sedikit larutan ini kedalam kuvet alat spektronik UV – VIS (dengan tabung foton peka sinar merah + filtrat merah) jangan sampai ada larutan yang menetes keluar.
J Menempatkan kuvet ini dengan alat spektronik dan memutar tombol kanan alat ini hingga jarum menunjukkan  A = 0 (atau 100 %T) pada panjang gelombang 745 nm.
J Mengeluarkan kembali larutan yang ada didalam kuvetitu kedalam gelas kimia semula yang mengandung larutan yang sama(menuangkan sehabis membilas tetapi jangan membilas kuvet dengan air).
J Menambahkan 1 ml EDTA melalui metode titrasi setelah itu mengaduk dengan baik dengan magnetik stirer.
J Setelah alat pengaduk dihentikan, membilas kuvet yang telah digunakan tadi dengan larutan yang diperoleh pada no. 6 diatas. Pembilasan ini dilakukan sedikitnya dua kali dan setiap kali larutan pembilas harus dikembalikan dalam gelas kimia yang mengandung larutan tersebut ( jangan dibuang).
J Mengisi kuvet yang telah dibilas itu dengan larutan yang sama dan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 745 nm.
J Mengulangi perlakuan no. 6 sampai no.8 dengan tiap kali menambahkan  1 ml larutan EDTA sampai nilai absorbansinya mula-mula naik kemudian merata lagi ( yang terakhir sedikitnya 4 pengamatan)atau diperoleh nilai absorbansinya konstan.
J Mengalurkan pada kertas grafik nilai – nilai A terhadap nilai – nilai ml larutan penitrasi.

V.   HASIL PENGAMATAN
No.
Volume EDTA (ml)
Adsorban (A)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0,437
0,520
0,678
0,787
0,900
0,982
1,049
1,066
1,052
1,038
   
  Titik ekivalen terletak pada volume EDTA 7 ml dengan adsorban 1,066
VI. PERHITUNGAN
J Menentukan volume / konsentrasi Cu2+ dalam larutan.
[Cu2+] . V Cu2+       =  [EDTA] . VEDTA
0,2 M . V Cu2+       =  0,1 M . 7 ml
0,2 M . V Cu2+            = 0,7
          V Cu2+                   =  = 3,5 ml










VII.            PEMBAHASAN
Hal yang perlu diperhatikan pada suatu titrasi spektrofotometri ialah perubahan volume itu yang terjadi selama titrasi. Bila tidak dilakukan koreksi terhadap nilai-nilai A. Seubung dengan perubahan volume itu maka tidak akan diperoleh aluran (plot) pada grafik yang linear. Koreksi itu dilakukan dengan jalan mengembalikan nilai A yang diukur dengan faktor (V + v)/V, dimana V = volume permulaan dan  v = voume larutan penitrasi  yang telah ditambahkan sampai titik tertentu. Guna memperkecil koreksi ini , larutan penitrasi (T) biasanya dibuat lebih pekat daripada larutan (X) yang dititrasi.
Prosedur pertama pada percobaan ini adalah memasukkan larutan EDTA yang telah distandarisasi kedalam buret,EDTA disini berfungsi sebagai zat penitrasi.kemudian memasukkan kedalam gelas kimia larutan analit yang mengandung Cu2+ serta menambahkan larutan Buffer dan mengencerkan larutan tersebut hingga mencapai tanda batas.Larutan buffer ini berfungsi untuk menangkap kelebihan ion hidrogen yang akan dihasilkan pada saat larutan analit dititrasi dengan EDTA.
EDTA adalah reagnesia yang sangat selektif karena ia berkompleks dengan banyak sekali kation di-, tri-, dan tetra-. Bila suatu larutan yang mengandung dua kation yang berkompleks dengan EDTA, dititrasi tanpa penambahan indikator pembentuk kompleks, dan jika diperbolehkan sesatan titrasi sebesar 0,1 persen, maka angka banding antara tetapan-tetapan kestabilan dari kompleks-kompleks EDTA dari dua logam M dan N harus sedemikian, sehingga KM/KN ?106), jika N dikehendaki tak mengganggu titrasi M. Secara tepatnya tentu saja, tetapan-tetapan KM dan KN yang disebut dalam rumus di atas harus merupakan tetapan kestabilan namapak dari kompleks-kompleks itu. Jika digunakan indikator pembentuk kompleks, maka untuk sesatan titrasi yang serupa, KM/KN ³ 108.
Prosedur kerja  berikutnya adalah mengaduk larutan analit dengan menggunakan alat magnetik stirrer, tujuan dilakukan mengadukan ini untuk menghomogenkan larutan sehingga mempermudah penyerapan pada analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Setelah itu memasukkan larutan kedalam kuvet dan mengukur absorbannya pada panjang gelombang 745 nm.Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 745 nm karena hanya kompleks Cu-EDTA yang menyerap sinar dengan panjang gelombang tersebut. Pada panjang gelombang ini juga,larutan akan menyerap cahaya karena warna komplementer dari larutan Cu2+ yang berwarna biru.
Pada panjang gelombang ini komponen pengabsorpsi yaitu kompleks Cu-EDTA yang merupakan hasil reaksi atau hasil titrasi EDTA menyerap maksimum sedangkan titran EDTA dan analit Cu2+ tidak menyerap, hal ini berarti absortivitas molar produk lebih besar dari nol (p>0) sedangkan absortivitas molar analit dan titran sama dengan nol (s = t = 0). Pemilihan panjang gelombang yang akan dipakai selama titrasi perlu dipikirkan oleh karena itu di dalam larutan yang dititrasi paling sedikit ada tiga komponen yang dapat melakukan penyerapan sinar yaitu zat yang dititrasi (x), zat penitrasi (T), dan zat hasil titrasi (P). Biasanya dipilih panjang gelombang dimana salah satu komponen saja yang melakukan penyerapan agar suatu titrasi spektrofotometri berhasil dengan baik.
Selanjutnya  larutan yang diukur absorbannya tadi dengan larutan yang masih tersisa dalam gelas kimia kemudian dititrasi dengan EDTA sebanyak 1ml, proses titrasi dengan EDTA kami lakukan sebanyak 10 kali yaitu dari 0 ml sampai 9 dan diperoleh nilai absorban secara berturut-turut yaitu 0,437 : 0,520 : 0,678 : 0,787 : 0,900 : 0,982 ; 1,049 : 1,066 : 1,052 dan 1,038.Hasil inilah dapat menunjukkan bahwa pada volume EDTA dari 0 ml sampai 7 ml, nilai absorban semakin besar serta mengalami penurunan  pada volume 8 dan 9 ml.
Terjadinya penurunan absorban kompleks Cu-EDTA sesudah mengalami kenaikan menunjukkan bahwa kami telah memperoleh penyerapan kompleks Cu-EDTA yang maksimum,absorban maksimum ini disebut juga sebagai titik ekivalen. Dimana pada titik ekivalen tersebut merupakan titik dalam titrasi dimana secara stoikiometri jumlah zat yang bereaksi adalah ekivalen (analit dan titran).Diperoleh titik ekivalen terletak pada volume EDTA 7 ml dan diperoleh volume Cu2+ yaitu 3,5  4 ml.
Indikator yang dipilih haruslah indikator yang mana pembentukan kompleks logam indikator cukup berat sehingga memungkinkan titik akhir dicapai tanpa harus menunggu-nunggu yang tak perlu, dan sebaiknya reversibel. Namun pada percobaan ini, kami tidak menggunakan indikator untuk menentukan titik ekivalen karena titik ekivalen akan tercapai apabila semua produk atau hasil reaksi yaitu kompleks Cu-EDTA telah terbentuk semuanya dan memberikan serapan maksimum.
Secara teoritis dengan mengendalikan pH larutan dengan sesuai. Ini, tentu saja, memanfaatkan kestabilan yang berbeda-beda dari kompleks-kompleks logam EDTA. Begitulah, bismut dapat dititrasi dalam suatu larutan asam (pH = 2) dengan Jingga Xilenol atau Biru Metiltimol sebagai indikator, dan kebanyakan kation divalen tak mengganggu. Suatu campuran dari ion-ion bismut dapat dengan berhasil dititrasi itu pada pH 2 dengan Jingga Xilenol sebagai indikator, lalu menambahkan heksmain untuk menaikkan pH menjadi kira-kira 5, dan menitrasi timbel. (Fransiscakumala.2010.EDTA.wordpress.com/2010/05/04/k.html). 
Berdasarkan persamaan reaksi, pembentukan kompleks Cu-EDTA di bawah ini :
Cu2+   +   EDTA                   Cu-EDTA

VIII.   KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
J Aplikasi dasar analisis titrasi fotometri yaitu pada titrasi Cu-EDTA  dengan volume Cu2+ yang diperoleh yaitu 3,5  4 ml.
J Secara teoritis dasar analisis titirasi fotometri adalah dapat digunakan untuk mendeteksi titik ekivalen titrasi,dimana analit, pereaksi atau hasil titrasi mengabsorpsi radiasi.
















DAFTAR PUSTAKA

Iksan firdaus.2010. Titrasi Campuran, Selektivitas, Zat-zat Penopeng, dan Zat-zat Pelepas Topeng. http ://blogspot.com/2008/0.html. diakses 21 juni 2010

Tim Pembina Mata Kuliah. 2010. Penuntun Praktikum Analisis Spektrometri. Palu: UNTAD-Press.















LAMPIRAN
1.   Apa sebabnya ion Bi 3+ yang akan dikomplekskan lebih dahulu oleh EDTA daripada Cu2+  ?.
2.  Mengapa pH diukur pada pH = 2 ?
3.  Bagaimana bentuk kurva titrasi yang saudara peroleh.
Jawaban :
1.   Karena pada panjang gelombang yang telah dipilih (misalnya pada panjang gelombang 745 nm), kelat tembaga (II) EDTA menyerap dengan kuat, sedangkan spesies lain (Bi3+, kelat bismuth-EDTA, dan EDTA) mempunyai nilai ε sebesar nol. Kelat bismuth jauh lebih stabil daripada kompleks (kelat) tembaga (II). Jadi ketika EDTA ditambahkan ke dalam campuran Bi3+ - Cu2+ kelat bismut terbentuk lebih dahulu. Ketika [Bi3+] telah berkurang samapai suatu nilai yang sangat rendah, mulailah terbentuk kelat tembaga (II) – EDTA, dan karena spesies ini paling kuat menyerap, absorbans mulai meningkat. Setelah titik akhir tembaga, kurva merata ketika EDTA berlebih yang tak-menyerap itu ditambahkan.
2.  Titrasi campuran Bi3+ + Cu2+ dengan EDTA ini harus dilakukan pada pH larutan 2,0, pada pH kurang dari 2,0 titik ekivalensi tidak jelas dan jika pH lebih dari 2,0 ada kemungkinan Bi3+ mengendap (sebagai garam basa atau hidroksida).
3.  Bentuk kurva yang kami peroleh :
A                                  Ket : Zat hasil reaksi (satu atau lebih menyerap)          εA = εT = 0                                     
                               εP > 0
                            ml titran
Arti dari grafik di atas menyatakan bahwa zat analit Cu2+ dan zat penitrasi (EDTA) tidak memberikan serapan. Melainkan produk (Cu-EDTA) yang menyerap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar